Tidak tanggung-tanggung, pekerjaan terhormatnya itu telah dilakukannya selama lebih dari 15 tahun lamanya.
“Meski honornya tidak seberapa, mau gak mau, karena ini sudah menjadi tanggung jawab saya tetap saya jalankan,” kata Zul Alimin pada awak media beberapa waktu lalu.
Cerita Zul Alimin, pada tahun 2002 ia diminta bekerja di Sekolah itu sebagai guru bantu, lantaran pada masa itu masih sangat minim tenaga pendidik. Sekitar 4 tahun mengabdi sebagai guru bantu, ia sempat berhenti bekerja disebabkan adanya musibah Tsunami (Smong) yang menghantam Aceh.
“Tahun 2005 saya dipanggil kembali sama Komite Sekolah, Kepala Sekolah dan Kepala Desa, untuk bekerja kembali tapi sebagai penjaga Sekolah bukan lagi guru,” ungkap Zul Alimin.
Karena saat itu ada kesepakatan upahnya akan dinaikan maka ia pun kembali mau bekerja. Tetapi, janji – janji menaikan upahnya hanya mimpi belaka. Hingga 15 tahun mengabdi hanya diupah Rp 200 ribu.
Beberapa kesempatan seperti pemutihan menjadi PNS dan Tenaga Kontrak telah ia ikuti, namun nasib baik itu belum berpihak kepada dirinya. Hingga kini ia masih menyandang status sebagai Bakti murni di Sekolah itu.
Besar harapannya, agar pemerintah daerah setempat memperhatikan statusnya. Agar upahnya pun bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari.
“Harapan saya kalau pun gak jadi PNS supaya saya diangkat menjadi tenaga kontrak,” harapnya. (AIH)